JAKARTA, Berita HUKUM - Memasuki tahun 2013, dunia dibayangi krisis ekonomi yang semakin akut. Berbagai skema kebijakan global yang sudah dibuat ternyata tidak memberikan solusi berarti terhadap persoalan global. Krisis Eropa dan Amerika saat ini didorong menjadi persoalan masyarakat global khususnya negara-negara berkembang.
Indonesia sebagai negara, bergantung pada modal asing menjadi pusat perhatian khusus bagi negara-negara Industri, karena Indonesia memiliki tiga hal: 1. Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah yang siap dijual murah, 2. Buruh Murah siap pakai, 3. Pasar bagi komoditas mereka. Oleh karena itulah, tahun ini berbagai pertemuan International diadakan di Indonesia seperti WTO, APEC, MDG’s yang berlangsung selama satu tahun ini.
Merespon beberapa agenda tersebut, maka sejumlah CSO nasional mengadakan pertemuan untuk merespon pertemuan global tersebut. Diantara organisasi yang hadir merupakan representasi dari berbagai sektor seperti buruh, tani, buruh migran, mahasiswa dan NGO/LSM.
Salah satu agenda yang menjadi fokus dalam diskusi yang berlangsung hangat di Saung Eknas Walhi pada hari jumat 4 Januari 2013 adalah WTO. Sebagai organanisasi perdagangan dunia telah mengalami stagnasi dan menjadi problem bagi keadilan perdagangan global, namun tetap berusaha mencari skema baru demi penyelamatan krisis global. Selain itu diskusi juga melahirkan satu gagasan tentang pentingnya membangun satu persatuan gerakan yang simultan untuk memberikan standing position terhadap agenda global yang akan berlangsung beberapa bulan lagi.
Direktur Eksekutif Nasional Walhi menyampaikan bahwa seluruh solusi yang ditawarkan tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap keberlanjutan jutaan penduduk dunia. Agenda global yang dijalankan tidak lain hanya untuk menyelamatkan ekonomi negara utara dan hanya mengancam keselamatan jutaan penduduk negara selatan. “Menilik pada pertemuan global tidak ada satupun komitmen yang saling menguntungkan, fakta terakhir terlihat dalam pertemuan UNFCCC di Doha Qatar beberapa bulan lalu. Jadi saya dapat mengira pertemuan WTO yang akan diadakan di Bali pada Desember 2013 tidak akan menghasilkan apapun bagi keadilan dunia khususnya Indonesia,” imbuh Abet Nego.
Krisis pangan yang terjadi adalah satu bukti dari gagalnya solusi yang ditawarkan oleh pemimpin negara. ”Indonesia sebagai produsen beras keempat di dunia malah menjadi pengimpor beras terbesar, ini tidak masuk akal, imbuh Rahmat Ajiguna, Deputy Secretary Asian Peasant Coalition ( APC).
Aryo Adityo, Direktur Institute for National Democratic Studies ( INDIES), menyatakan pertemuan global di Indonesia diadakan untuk membicarakan kebuntuan forum G20 tersebut ditengah krisis ekonomi yang semakin akut khususnya di negara-negara imperialis.
Dari diskusi yang berlangsung selama empat jam tersebut melahirkan rencana tindak lanjut yang lebih kongkrit diantaranya memperluas jaringan kerja serta mempersiapkan berbagai position paper bagi setiap sektor. Workshop internasional di rencananya akan diselenggarakan pada tanggal 20-22 Januari 2013 di Jakarta. Berbagai bahan masukan dari sektor akan dijadikan position paper sebagai kampanye bersama global melawan agenda Global termasuk WTO .(irz/wlh/bhc/opn) |